Perempuan
Bijaksana yang Pembawa Damai
Hanya 6 bulan 3 minggu, waktu yang saya
butuhkan untuk berada di perut ibu. Saya, Brigita Sonia Irene Jusuf, anak premature yang lahir dan dibesarkan oleh
pasangan beretnis Tionghoa – Flores, Yohana dan Sonny. Brigita yaitu nama
seorang biarawati di agama Katolik, Sonia yang berarti bijaksana, Irene berarti
damai, nama adalah doa, bukan? Saya pun berharap menjadi demikian. Saya
dibesarkan dengan cara agama Katolik dan etnis Tionghoa yang disatukan secara
tidak langsung, yaitu oleh nenek saya, Genoveva Ong Liem Tjian Nio.
Hidup saya dimulai dari kelahiran saya pada
25 Februari 1999 yang cukup menegangkan, yaitu ketika saya dilahirkan sebagai
anak premature dan berada di
inkubator selama 1 minggu, beruntungnya, saya dapat berkembang seperti anak –
anak biasanya. Kehidupan kanak – kanak saya dimulai saat usia 5 tahun yang
mulai masuk TK, di TK. Bhayangkari 55 di Asrama Brimob, Bogor. Semasa TK, saya
cukup berprestasi, saya mengikuti kejuaraan membaca puisi, dan mendapat juara
harapan 1. Saya begitu senang pada masa itu.
1 tahun berlalu, saya masuk ke SDN Cibuluh 1
yang berlokasi tepat di depan TK saya itu. Pada masa SD, saya mulai mencoba
banyak bidang non-akademis seperti PASKIBRA, paduan suara, teater, dan membaca
puisi. Memang saya tidak mengikuti lomba selama 6 tahun tersebut, tetapi
ternyata proses perkembangan saya pada masa SD, sangat berpengaruh bagi
kehidupan saya saat ini. Menekuni banyak bidang membuat saya menyadari arti
penting dari perkembangan diri manusia. Setelah lulus SD, saya seperti
menemukan orientasi diri saya, yaitu kepada ranah psikologi. Entah apa yang ada
dalam pikiran saya saat itu, tetapi saya berminat di bidang itu.
Waktu berlalu, semakin lama saya sadar alasan
saya ingin menekuni bidang ini, yaitu karena kehidupan saya pada berbagai
tempat, keluarga, sekolah, dan lain sebagainya. Bertemu dengan banyak orang
dengan sifat yang berbeda – beda membuat saya ingin mengerti mereka atas apa
yang mereka lakukan. Didikan yang keras dari ibu membuat saya berpikir bahwa ada
cara yang lebih baik dari didikan yang keras, maka saya mempelajari itu pada
psikologi. Pada lain hal, diri saya yang introvert membuat saya kesulitan dalam
berkembang, maka saya juga mempelajari itu di psikologi, dan saya dapat
berkembang sesuai dengan kenyamanan pada diri saya dan apa adanya.
Masa SD pun berlalu, saya mulai memasuki masa
pancaroba saya, yaitu berubah menjadi seorang remaja awal yang penuh dengan
rasa insecurity yang tinggi dan modal
berani, saya masuk ke SMP Katolik yaitu SMP Budi Mulia Bogor pada 2012 dan
melanjutkan SMA di tempat yang sama pada 2014, yang notabenenya anak – anak di
tempat itu memiliki kecerdasan tinggi dan rasa percaya diri yang tinggi pula. Di
tempat itu saya cukup aktif berorganisasi di antaranya OSIS dan PASKIBRA. Perkembangan
diri saya saat itu kini membuat saya sadar bahwa kita sebagai manusia dewasa
perlu mengasah intelegensi emosional yang kita miliki, karena dengan emosi yang
tidak baik, kita hanya merusak suasana dan kepercayaan orang lain kepada kita.
Dalam masa remaja pun saya baru diperbolehkan
untuk mengenal sosial media, saat itu, saya baru mengenal facebook dan twitter,
pada akun twitter saya, saya mengikuti banyak akun psikologi, hal pertama yang
saya dapatkan saat itu adalah bahwa manusia memiliki 4 kepribadian dasar, yaitu
melankolis, sanguinis, koleris, dan plegmatis. Pada hari – hari selanjutnya,
saya semakin menekuni dunia itu.
Kemudian pada 2017, saya mengakhiri masa
remaja madya saya dan mulai memasuki remaja akhir yang menuju dewasa. Saya
masuk ke Universitas Gunadarma Fakultas Psikologi, sesuai minat saya. Juga pada
tahun yang sama, saya memasuki organisasi paduan suara Gunadarma, Swara
Darmagita Choir dengan suara Alto 1. Saya dengan niat yang kuat ingin menekuni
organisasi, karena menurut saya itulah jalan yang dapat membimbing saya untuk
bersiap di dunia kerja. Dan saya sangat bersyukur, organisasi ini dapat
mengajarkan saya untuk memanage waktu
yang saya miliki, tetapi tetap bertanggung jawab akan kuliah saya. Swara
Darmagita pun menunjang saya untuk mengenal karakter orang satu per satu dan
membantu saya untuk tahu apa yang harus saya lakukan. Kehidupan saya sebenarnya
terbilang sulit di sana, tetapi itulah yang saya cari. Kesulitan tersebut
membuat saya semakin tertantang untuk melanjutkannya, saat saya berhasil, saya merasa
menang.
Banyak hal yang telah saya rencanakan setelah
lulus S1, saya akan bekerja, kemudian melanjutkan S2 saya. Saya bercita – cita
menjadi Psikolog Anak, karena saya merasa begitu penting untuk menjaga mental health seorang anak. Anaklah yang
suatu saat nanti akan memegang kontrol akan bangsa ini, begitu berartinya
seorang anak di mata saya.
Saya juga manusia seni, saya menekuni dunia
seni pada perkembangan saya, rencana lain selain menjadi psikolog anak, saya
ingin menekuni seni sebagai bentuk terapi dari mereka yang mental health nya kurang baik. Seni berarti kembali pada hakikat
manusia sesungguhnya, keunikan, keindahan, dan kesukacitaan. Dengan seni,
manusia dapat menyadari bahwa dirinya berharga di mata orang lain dan terlebih
di mata Tuhan Yang Maha Esa.
10 tahun mendatang, saya merencanakan diri
saya sebagai Ibu Rumah Tangga yang baik, juga sebagai pemilik dari sekolah
kepribadian, tempat semua orang menjadikan dirinya sebagai sesuatu yang lebih
berarti untuk dirinya sendiri dan menjadi versi terbaik dari dirinya. Juga yang
terpenting adalah saya akan membahagiakan kedua orang tua dan nenek saya. Dan
sebelumnya, saya juga akan menjadi versi terbaik dari diri saya sendiri.